Kronologis terjadinya peristiwa Bintaro 19 Oktober 1987 versi resmi PJKA:
a. KA 225 menurut jadwal seharusnya masuk di stasiun Sudimara jam 06.40 dan menunggu bersilang dengan KA 220 yang masuk di stasiun Sudimara jam 06.49.
b. KA 225 mengalami keterlambatan 5 menit. Pada saat itu, di stasiun Sudimara sudah ada KA 1035 (KA Barang) yang berada di jalur II, maka KA 225 oleh PPKA Sudimara dimasukkan ke jalur III dikarenakan jalur I kondisinya kurang baik dan hanya digunakan untuk langsiran dan menyimpan sarana. Jadi, emplasemen Sudimara dianggap sudah penuh dan tidak dapat menerima persilangan KA.
c. Dikarenakan stasiun Sudimara tidak dapat menerima persilangan, maka harus dipindahkan ke stasiun Kebayoran. Untuk memindahkan persilangan tersebut, sesuai peraturan, PPKA Sudimara harus meminta ijin terlebih dahulu kepada stasiun Kebayoran. Bila ijin diberikan, PPKA Sudimara membuat bentuk Pemindahan Tempat Persilangan (PTP) dan memberikannya kepada masinis dan kondektur KA 225.
d. Namun kenyataannya PPKA Sudimara telah membuat bentuk PTP dan diserahkan kepada masinis dan kondektur KA 225 tanpa persetujuan PPKA Kebayoran. Penyerahan bentuk PTP tersebut juga menyalahi aturan karena diwakilkan kepada PLKA KA 225. Seharusnya PPKA sendiri yang wajib menyerahkan kepada masinis dan kondektur. Setelah PTP diberikan, PPKA Sudimara menghubungi PPKA Kebayoran untuk meminta ijin memindahkan persilangan. PPKA Kebayoran menjawab: “Gampang, nanti diatur”.
e. Setelah komunikasi antara PPKA Sudimara dan PPKA Kebayoran, di stasiun Kebayoran terjadi pergantian petugas PPKA dari dinas malam ke dinas pagi. Pada saat serah terima dinasan, PPKA dinas malam memberitahu kepada penggantinya bahwa KA yang belum masuk dari arah Sudimara adalah KA 251, 225, dan 1035. Saat itu KA 251 sudah dalam perjalanan menuju Kebayoran dan bersilang dengan KA 220 yang sudah menunggu di Kebayoran.
f. Setelah KA 251 masuk Kebayoran, PPKA Kebayoran meminta “aman” ke PPKA Sudimara untuk memberangkatkan KA 220. PPKA Sudimara menjawab: “Tunggu aman saya, saya lagi sibuk”. Semestinya PPKA Sudimara menjawab “Tidak, tunggu” untuk tidak memberikan ijin “aman” kepada stasiun Kebayoran dan mengabarkan bahwa Sudimara masih ada KA yang harus berangkat ke Kebayoran. Kemudian komunikasi kedua PPKA ditutup.
g. Ternyata PPKA Kebayoran tetap memberangkatkan KA 220 walaupun stasiun Sudimara belum memberikan “aman”. PPKA Kebayoran berasumsi bahwa KA 225 belum masuk Sudimara dan dari kebiasaan bahwa persilangan resmi tetap di Sudimara. Setelah KA 220 berangkat, PPKA Kebayoran mengabarkan kepada PPKA Sudimara bahwa KA 220 telah berangkat dari Kebayoran. Sesuai aturan, KA hanya boleh diberangkatkan setelah stasiun yang dituju KA telah memberikan “aman”.
h. Mendapat pemberitahuan bahwa KA 220 telah berangkat, PPKA Sudimara menjadi bingung karena PTP terlanjur telah diberikan kepada masinis dan kondektur KA 225. PPKA Sudimara kemudian memutuskan untuk memindahkan KA 225 dari jalur III ke jalur I dengan cara melangsir sampai ujung wesel kemudian mundur ke jalur I.
i. Untuk melaksanakan langsiran tersebut, PPKA Sudimara memerintahkan seorang petugas stasiun. Berdasarkan prosedur yang seharusnya, PPKA harus mengisi pada bentuk T.83 atau Laporan Harian Masinis perihal langsiran di stasiun Sudimara dan menjelaskan rencana langsiran secara lisan kepada masinis.
j. Setelah petugas yang diperintahkan untuk langsir tersebut mengambil bendera merah dan selompret untuk melangsir KA 225, saat ybs berjalan kira-kira 7 meter ke arah KA ternyata KA 225 bergerak sendiri tanpa perintah. Petugas langsir tersebut menjadi panik dan berlari berusaha menghentikan KA 225 dengan meniup selompret, namun usahanya sia-sia karena KA 225 terus melaju menuju Kebayoran.
k. Petugas langsir tersebut kemudian melapor kepada PPKA bahwa KA 225 berangkat tanpa ijin. PPKA Sudimara berusaha menghentikan KA 225 dengan mengayun-ayunkan sinyal masuk dari arah Kebayoran. Dan lagi, usaha ini tidak berhasil dilakukan untuk menghentikan KA 225.
l. Selanjutnya, PPKA Sudimara berusaha mengejar KA dengan melambai-lambaikan bendera merah, namun usahanya tetap tidak berhasil dan dia kembali ke stasiun dan langsung pingsan.
m. Tabrakan antara KA 220 dan 225 tak terhindarkan. Data menunjukkan pada saat tabrakan terjadi KA 220 melaju dengan kecepatan 25 km/jam dan KA 225 berkecepatan 36 km/jam. Di lintas tersebut kecepatan maksimum yang diperbolehkan maksimal 60 km/jam.